Minggu, 12 Juni 2011

 PENDAPAT PARA SARJANA YANG SETUJU ATAU TIDAK SETUJU TERHADAP BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM

1.      Badan hukum merupakan subjek hukum buatan manusia berdasarkan hukum yang berlaku. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya, sebagai yang berwenang mewakili badan hukum. Artinya, perbuatan pengurus adalah perbuatan badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatasnamakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang dibebankan pada harta kekayaan badan hukum
(Abdulkadir Muhammad, 2010. Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti, hal. 103).

2.      Hubungan antara manusia yang ditentukan oleh hukum, lazim disebut hubungan hukum. Hubungan dimaksud dinamai Subjek Hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Sudah barang tentu dalam hubungan satundengan yang lain manusia itu menginginkan keseimbangan antara hak dan kewajiban, setidak-tidaknya yang terjadi antara dua subjek hukum tadi atau lebih. Yang dimaksudkan dengan subjek disini bukan saja orang manusia, tetapi juga “orang hukum” yaitu yang dianggap sebagai orang manusia tetapi juga “orang hukum” yaitu yang dianggap sebagai orang karena putusan hukum, sering disebut dengan Badan hukum. Badan hukum ini sama dengan manusia. Sebagai subjek hukum, badan hukum ini sama halnya dengan orang menginginkan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kejadian hubungan hukum.

(Djoko Prakoso dan Ati Suryati, 1986. UPETISME Ditinjau dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 1971, penerbit Bina AKSARA, hal 36-37)

3.      Menurut Yusuf Shofie, “kata korporasi itu sendiri sebenarnya merupakan sebutan yang lazim digunakan para pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang lazim dalam hukum perdata sebagai “badan hukum” (rechtpersoon; legal entities; corporation). Namun demikian, korporasi sendiri tidak identik dengan badan hukum (legal entities). Sama halnya dengan yayasan, korporasi adalah badan hukum, karena keduanya memiliki unsur:
1.      Mempunyai harta sendiri yang terpisah.
2.      Ada suatu organisasi yang diterapkan oleh suatu tujuan dimana kekayaan terpisah itu diperuntukkan.
3.      Ada pengurus yang menguasai dan mengurusnya.
Penggunaan istilah “badan hukum” (rechtpersoon; legal entities; corporation) sebagai subyek hukum semata-mata untuk membedakan dengan manusia (natuurlijk person) sebagai subyek hukum.
Penggunaan instrumen hukum pidana yang sifatnya umum (lex generali), seperti ketentuan-ketentuan KUHP --- dengan syarat unsur “barang siapa” dalam perumusan delik-delik KUHP tidak hanya ditafsirkan sebagai pribadi kodrati, melainkan juga korporasi --- maupun yang sifatnya khusus (lex specialis), seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(Yusuf Shofie, 2002. Pelaku usaha, konsumen dan tindak pidana korporasi, Penerbit Ghalia Indonesia, hal. 14-15 dan 119).


4.      Berlainan dengan perundang-undangan pidana khusus yang lain seperti Undang-undang Nomor 17 tahun 1995 tentang tindak pidana ekonomi dan undang-undang pidana fiskal dimana pemidanaan terhadap badan hukum atau korporasi dimungkinkan, maka dalam hal ini UUPTPK mengikuti hukum pidana umum (KUHP) yang memetapkan dalam pasal 59: “dalam hal-hal yang hukuman ditentukan pengurus, atau para komisaris, tiada dijatuhkan hukuman atas pengurus atau komisaris jika teryata bahwa ia tidak turut ikut campur tangan dalam melakukan pelanggaran itu”. Dalam Memorie van Toelichting pasal 51 Ned. W.v.S (pasal 59 KUHP) dikatakan: “suatu strafbaarfeit hanya dapat diwujudkan oleh manusia,, dan fikis tentang badan hukum tidak berlaku di bidang hukum pidana.

(Andi Hamzah, 1984. Korupsi di Indonesia  Masalah dan Pemechannya, penerbit PT Gramedia, hal 59)

 UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TENTANG BADAN HUKUM / KORPORASI SEBAGAI SUBYEK HUKUM

  1. Undang-Undang Pos (Undang-Undang Nomor 6 tahun 1984 )
Dalam pasal 19 (3), Jika tindak pidana yang disebut dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh, atau atas nama, suatu badan hukum, perseroan, perserikatan orang lain, atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, atau yayasan tersebut, maupun terhadap orang yang memberi perintah melakukan tindak pidana sebagai pimpinan atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian yang bersangkutan, ataupun terhadap kedua-duanya.
  1. Undang-Undang perindustrian (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 )
Dalam pasal 1 ke-7, Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri

  1. Undang-Undang Narkotika (Nomor 22 Tahun 1997)
Dalam pasal 1 ke-19, Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.

  1. Undang-Undang Perbankan (Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 )
Dalam Pasal 21 (1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah

  1. Undang-Undang Pasar modal (Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 )
Dalam pasal 1 ke-23, Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi

  1. Undang-Undang Pisikotropika (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 )
Dalam pasal 1 ke-13, Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

  1. Undang-Undang Lingkungan Hidup (Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 )
Dalam pasal1 ke-32, Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

  1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 )
Dalam pasal 1 ke-3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

  1. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Undang-Unang Nomor 20 Tahun 2001)
Dalam pasal 1 ke-1, Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum

  1. Undang-Undang Pencucian Uang (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010)
Dalam pasal 1 ke-10, Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

IDENTIFIKASI UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KHUSUS

v  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak Pidana pencucian uang adalah tindak pidana lanjutan, artinya sebelumnya sudah ada tindak pidana tertentu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, kemudian hasil dari tindak pidana tertentu tersebut disembunyikan / disamarkan asal-usulnya sehingga seolah-olah hasil dari tindak pidana tersebut adalah uang sah.

            Segala hasil tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 2 UU tersebut disamarkan / disembunyikan asal-usulnya agar seolah-olah merupakan harta kekayaan yang sah yakni meliputi hasil dari tindak pidana:
a.  korupsi;
b. penyuapan;
c.  narkotika;
d. psikotropika;
e.  penyelundupan tenaga kerja;
f.  penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i.   di bidang perasuransian;
j.   kepabeanan;
k. cukai;
l.   perdagangan orang;
m.  perdagangan senjata gelap;
n.    terorisme;
o.    penculikan;
p.   pencurian;
q.   penggelapan;
r.     penipuan;
s.    pemalsuan uang;
t.     perjudian;
u.   prostitusi;
v.   di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x.   di bidang lingkungan hidup;
y.   di bidang kelautan dan perikanan; atau
z.    tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah negara kesatuan republik indonesia atau diluar wilayah negara kesatuan republik indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukm indonesia.

Yang menjadi subjek hukum tindak pidana pencucian uang yakni:
-          Manusia
Manusia sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang sudah tidak diragukan lagi hal ini dapat kita pahami dari ketentuan didalam undang-undang tersebut (UU No. 8 Tahun 2010), antara lain dapat dilihat pada Pasal 1 angka 9, 3, 4, 5, 10, dst. Dari pasal-pasal tersebut dapat kita ketemukan kata “setiap orang”, kata tersebut menunjukan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut apabila kita menyimak ketentuan Pasal 1 angka 9 lebih menegaskan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak pidana pencucian, dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “ setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi”
-          Korporasi (Badan Hukum dan Non Badan Hukum)
Korporasi baik berbadan hukum maupun non badan hukum tidak diragukan lagi sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang. Hal ini dapat kita pahami dari ketentuan pasal-pasal dalam UU TPPU, diantaranya pada Pasal 1 angka 9-10, Pasal 3-5, 6, 7, 9 dst. Korporasi (badan hukum dan non badan hukum) adalah subjek hukum tindak pidana pencucian uang hal ini ditegaskan dari ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 UU TPPU. Berikut akan disajikan bunyi  Pasal 1 angka 9 dan 10. Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa “setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi” sementara Pasal 1 angka 10 menyatakan “korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Dari apa yang dikemukakan diatas jelas bahwa subjek hukum tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2010, tegas menyatakan bahwa subjek hukumnya yakni manusia dan korporasi baik badan hukum mapun non badan hukum
Objek hukum tindak pidana pencucian uang yakni:
pencucian uang yang meliputi segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsut tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketentuan pidana dalam undang-undang ini terdapat pada bab XIII yang mana menitik beratkan pada penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang mana terdapat pada pasal 68 sampai pasal 82 undang-undang tersebut.

v  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Perbuatan yang diatur dalam undang-undang ini adalah:
-          Fungsi dan sifat hak cipta
-          Pencipta
-          Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
-          Ciptaan yang dilindungi
-          Pembatasan hak cipta
-          Hak moral
-          Sarana control teknologi
-          Masa berlaku hak cipta
-          Pendaftaran ciptaan
-          Lisensi
Yang menjadi subyek hukum dalam undang-undang ini adalah orang perorangan.

Ketentuan pidana dalam undang-undang ini terdapat pada bab XIII mulai dari pasal 72 sampai dengan pasal 73 yang menekankan pada penyiaran atau memperbanyak ciptaan seseorang tanpa izin dari penciptanya. Serta Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi

v  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Perbutan yang diatur dalam undang-undang ini adalah:
  1. Pelanggaran penyiaran
  2. Komisi penyaran Indonesia
  3. Jasa penyiaran
  4. Lembaga panyiaran public
  5. Lembaga penyiaran swasta
  6. Lembaga penyiaran komunitas
  7. Lembaga penyiaran berlangganan
  8. Lembaga penyiaran asing
  9. Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan  Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran
Yang menjadi subyek hukum dalam Undang-undang ini adalah lembaga penyiaran baik lembaga penyiaran public, lembaga penyiaran swasta, maupun lembaga penyiaran berlangganan.

Ketentuan pidananya terdapat dalam bab x mulai dari pasal 57 sampai dengan pasal 59 yang menekankan pada pelanggaran terhadap pendirian lembaga penyiaran harus dengan modal warga Negara Indonesia, dan juga pembatasan kepemilikin siaran. Serta pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran yang  dibatasi.


v  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Perbuatan yang diatur dalam UU ini adalah:
a. non diskriminasi; 
b. kepentingan yang terbaik bagi anak; 
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan 
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Yang menjadi subyek hukum dalam UU ini adalah oarang perorangan, pemerintah dan negara ikut serta memperhatikan.
Ketentuan pidananya terdapat pada bab XII mulai dari Pasal 77 sampai dengan Pasal pasal 90 yang menekannkan pada sanksi apabila sseorang mendiskriminasi, menelantarkan, memperjuabelikan serta penculikan anak. Sanksi yang dijatuhkan oleh undang-undang ini mulai dari denda sampai dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

v  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PrasaranaLalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
Perbuatan yang diatur dalam Undang-undang ini adalah:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i.asas mandiri.
Yang menjadi subyek hukum dalam Undang-udang ini adalah orang perorangan.

Ketentuan pidana Undang-undang ini terdapat pada bab XX mulai dari pasal 237 sampai dengan pasal 317 yang memberi sanksi kepada pengendara kendaraan bermotor apabila melanggar ketentuan yang telah tertuang pada pasal-pasal undang-undang nomor 22 tahun 2009 ini, mulai dari kelengkapan kendaraan serta surat-surat kendaraan bermotor sampai dengan tata cara berkendara dijalan

v  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, danpenegakan hukum.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
Perbuatan yang diatur dalam Undang-undang ini:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.
Yang menjadi subyek hukum dalam Undang- undang ini adalah orang perorangan

Ketentuan pidananya terdapat pada Bab XV mulai dari pasal 97 sampai dengan pasal 120  yang menekankan kepada setiap orang yang dengan sengajamelakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup