Dari Logika Tradisional
Teori
argumentasi ditelusuri kezaman Aristoteles dengan studinya yang sistematis
tentang logika yang intinya dalah konsistensi. Dari logika berkembang sampai
kedialektika sampai pula pada retorika. Teori-teori ini berkaitan dengan cara
meyakinkan terhdap argument.
Rasionalitas
dan argumentasintidak dapat dipisahkan setiap argument haruslah bersifat
rasional adapun criteria dari argumentasi yang rasional adalah adanya bentuk
argument,subtansi atau isi daripada argument tersebut, dan prosedur atau hukum
acara. Dalam teori hukum sendiri logici hukum bertolak dari model deduksi yang
mana model ini adalah model argumentasi yang lazim.
Argument
deduksi adalah penerapan suatu aturan hukum pada suatu kasus jenis argumentasi
ini popular dalam civil law system. Sedangkan dalam common law system dikenal
principle based reasoning. Bentuk paling lazim dalam argumentasi deduksi adalah
silogisme yang mana terdapat premis mayor dan minor yang nantinya menghasilkan
suatu konklusi atau kesimpulan.
Dalam
menggunakan logika dibidang hukum ada tiga perbedaan pokok yang berkaitan
dengan hakekat hukum,sumber hukum dan jenis-jenis hukum. Dari hakekat dalam hal
ini penerapan logika hanya dibatasi pada penegakan hukum positif sebgai aturan
formal,dari sumber-sumber hukum dalam hal ini terdapat berbagi jenis sumber
hukum jadi perlu diperhatika hierarkinya sering terjadi pertentangan jadi perlu
diperhatikan interprestasinya dan penerapannya, dan jenis-jenis hukum dalam hal
ini setiap jenis hukum memilki karakteristik yang berbeda-beda misalnya public
dan privat yang memilki asas-asasnya tersendiri.
Batas
Justifikasi Deduksi
Neil
MacCormik tentang batas justifikasi deduksi menjelaskan bahwa tidak semua
aturan hukum dirumuskan secara untuk menjawab persoalan hukum praktis. Karena
hamper sebagian hukum membigungkan dan tidak jelas bahkan kabur. Sengketa
praktis dapat diselesaikan secara deduksi setelah meninterprestasikan aturan
hukum. Dalam mengahadapi keadaan seperti ini maka diperlukan suatu
rechtsvinding.
Ada
3 tipe rechtsvinding yang dikemukakan oleh Montesquieu yang pertama adalah
hakim merupakan corong undang-undang disini hakim sebagai penterjemah dari
undang-undang dan sebgai orang-orang yang baik menilai dari sudut keadilan,lalu
yang kedua adalah dinegara monarki undang-undang merupakan pedoman bagi para
hakim,jika pedoman itu tidak ada maka undang-undang menjadi jiwa atau spirit
untuk mencarinya, yang ketiga adalah interprestasi menurut jiwa jadi hakim
tidak hanya menjadi corong undang-undang tapi juga menggali jiwa daripada
undang-undang tersebut.
Setelah
kodifikasi perancis UU tidaklah dianggap sempurna karena para pembentuknya
tidak dapat melihatnya secar utuh atau keseluruhan. Ada perbedaan antara
pembuat undang-undang yang hanya membuat undang-undang saja dengan hakim yang
harus menerapkan undang-undang secra factual dengan asas-asa yang ada. Maka
perlu diingat adanya system terbukanya hukum
dimana hakim selalu menemukan sesuatu yang baru yang bersifat mandiri.
Model
penalaran dan kontruksi hukum terdiri atasnalar analogi dan gandengannya dan
ditambah lagi dengan penghalusan hukum serta penyempitan hukum. Berkaitan
dengan inteprestasi sendiri Bruggink mengelompokkannya dalam 4 model yakni
interprestasi bahasa,historis undang-undang,sitematis dan kemasyarakatan.
Penalaran
( Kontruksi Hukum )
Kontruksi
hukum sangat dibutuhkan dalam mengisi kekosongan hukum,terdapat tiga model
kontruksi hukum yakni analogi,rechtvervinding dan argument a contarario.
Analogi adalah proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari
rasio ledis (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada
hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu.
Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana
adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum
tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila
hendak dicapai keadilan. Jenis konstruksi ini sebenarnya merupakan bentuk
kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas
lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak
Penghalusan Hukum justru mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan
perundang-undangan (bersifat restriktif).
Argumentum a
ContrarioDalam keadaan
ini, hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada seperti
pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang
sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan itu. Perbedaannya
adalah dalam analogi hakim akan menghasilkan suatu kesimpulan yang positif,
dalam arti bahwa ia menerapkan suatu aturan pada masalah yang sedang
dihadapinya. Sedangkan pada konstruksi Argumentum a Contrario hakim
sampai pada kesimpulan yang negatif, artinya ia justru tidak mungkin menerapkan
aturan tertentu dalam perkara yang sedang dihadapinya.
Konflik
Norma
Rechtvinding berkaitan
dengan norma yang terdapat dalam satu ketentuan Undang-Undang. Rechtvinding
dibutuhkan karena konsep norma yang terbuka dan norma yang kabur (vague norma )
. Langkah yang ditempuh adalah penyelesain konflik norma.
Penyelesaian-penyelesaian Konflik Norma
Ada
tipe yang berkaitan dengan asas preferensi
hukum (yang meliputi asas lex superior, asas lex spesialis dan asas lex posterior),
yaitu:
1. Pengingkaran
(disavowal)
Langkah ini seringkali merupakan
suatu paradox dengan mempertahankan bahwa tidak ada konflik norma. Seringkali
konflik itu terjadi berkenaan dengan asas lex spesialis dalam konflik pragmatis
atau dalam konflik logika diinterprestasi sebagai pragmatis. Reinterprestasi
Dalam kaitan penerapan 3 asas
preferensi hukum harus dibedakan, yang pertama adalah reinterprestasi, yaitu
dengan mengikuti asas preferensi, menginterprestasi kembali norma yang utama
dengan cara yang lebih fleksibel. Cara yang kedua dengan menginterprestasi
norma preferensi dan kemudian menerapkan norma tersebut dengan menyampingkan
norma yang lain.
2. Pembatalan
(invalidation)
Ada dua macam yaitu: 1. Abstrak
formal, 2. Praktikal
Pembatalan abstrak dan formal
dilaksanakan oleh lembaga khusus, kalau di Indonesia pembatalan peraturan
pemerintah ke bawah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Pembatalan Praktikal,
yaitu tidak menerapkan norma tersebut didalam kasus konkrit.
3. Pemulihan
(Remedy)
Mempertimbangkan pemulihan dapat
membatalkan satu ketentuan. Misalnya dalam hal satu norma yang unggul dalam
arti Overruled Norm, berkaitan dengan
aspek ekonomi maka sebagai ganti membatalkan norma yang kalah dengan cara
memberikan kompensasi.
Penalaran
Induksi
Penalaran Induksi dalam Hukum
Penanganan
perkara di Pengadilan selalu berawal dari langkah induksi. Langkah pertama
adalah merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, mereka-reka
probabilitas. Dengan langkah itu, hakim pengadilan pada tingkat pertama adalah judex facti. Langkah induksi ini
dibatasi oleh asas hukum pembuktian.
Hubungan Kausal
Hubungan
kausal memainkan peranan penting dalam penanganan perkara. Hubungan kausal
dalam hukum sangat tergantung dari jenis
hukum atau macam-macam hukum. Hubungan Kausal dalam Hukum Pidana
o
Hubungan kausal diperlukan dalam delik
materiil dan delik yang dikwalifisir oleh akibatnya. Apakah suatu perbuatan
tertentu menimbulkan matinya seseorang dapat dijelaskan dengan menggunakan
teori hubungan kausal. Teori hubungan kausal dalam pidana, yaitu:
·
Teori conditio sinequa non (teori
ekuivalensi)
·
Teori aquadet
·
Teori yang menggeneralisir
·
Teori Obyektif
·
Teori relevansi.
o
Dari berbagai teori tersebut,
yurisprudensi kita berpegang pada: akibat langsung dan teori aquadet (secara
wajar dapat diduga menimbulkan akibat)
·
Hubungan kausal dalam Hukum Perdata.
o
Dalam hukum perdata dikenal teori
hubungan kausal, yaitu:
·
Teori conditio sinequa non
·
Teori cause proxima
·
Teori aquadet (secara wajar diduga
menimbulkan akibat)
·
Hubungan Kausal dalam hukum Adminstrasi
Negara (sengketa TUN)
o
Teori yang digunakan dalam hukum
administrasi adalah hubungan langsung.
Probabilitas merupakan
konsep sentral dalam penalaran induktif. Probabilitas dalam hukum tergantung
dari standar pembuktian. Standar pembuktian didukung oleh alat bukti dan beban
pembuktian.
Dialektika
Dan Retorika
selanjutnya adalah
Terdapat beberapa tahapan argumentasi dialektik dan retorik. Langkah dialektik
diawali dengan paparan argumentasi yang saling berbeda. Dalam perkara perdata
atau tata usaha Negara, hal itu dilakukan dengan membuat matriks dalil-dalil
penggugat dan dalil-dalil tergugat. Dalam perkara pidana disusun matriks dalil
penuntut umum dan dalil terdakwa atau penasehat hukum.
Langkah
selanjutnya adalah menyusun argumentasi untuk mematahkan dalil-dalil lawan.
Berdasarkan argumentasi terebut disusunlah legal opinion. Langkah retorika diawali dengan usaha menarik
simpati. Langkah langkah argumentasi yang sampai kepada legal opinion.
Legal
Reasoning Dalam Common Law System
Dalam kepustakaan hukum Anglosaxon,
terdapat dua tipe legal reasoning, yaitu:
1. Reasoning
based on precedent
Ada tiga langkah, antara lain:
a. Identifikasi
landasan yang tepat atau preseden
b. Identifikasi
kesamaan dan perbedaan yang didasarkan kepada preseden dengan kasus yang
dihadapi atau dengan menganalisis fakta dibandingkan atau dipertentangkan
dengan preseden.
c. Tentukan
apakah dari kesamaan-kesamaan ataupun perbedaan factual lalu memutuskan apakah
mengikuti preseden atau tidak.
2. Reasoning
based on rules
Pola ini pada dasarnya adalah
deduksi. Perbedaan dengan pola pertama:
a. Pengundangan
suatu aturan lazimnya mendahului kasus. Titik tolaknya adalah rules bukan case.
b. Asas
supremasi legislatif, sehingga hakim memainkan peran yang sub-ordinasi, hakim
tidak boleh merubah bahasa aturan.
ARGUMENT
Dengan
adanya bagaimana cara kita berargument dan dasar-dasar cara berargument
tentunya para yuris haruslah berusaha memenuhi kualifikasi argument yang
ditentukan. Hormat terhadap kata merupakan hukum pertama yang menjadikan
seseorang matang, baik secara intelektual, emosional, maupun moral. Kata-kata
sekadar dimaknai sebagai instrumen bahasa. Kata-kata pun meluap menjadi
sebentuk ekspresi kemarahan. Bahkan, kata-kata bukan saja tidak dihormati,
melainkan telah dilecehkan. Akibatnya, umpatan dan caci-maki menggerus
kejernihan argumentasi. Boleh saja fenomena itu dianggap sebagai sebuah fragmen
dalam teater politik, tetapi capaian yang mampu direngkuh tidak lebih dari
retorika intrik yang sama sekali tidak mendidik, bahkan menghancurkan makna
substansial demokrasi sendiri. Betapa memalukannya bila setiap argument yang
dikeluarkan oleh para yuris dan pejabat yang sebenarnya mengerti akan moral
malah tak menempatkan moral itu sendiri disetiap argumentnya. Focus mereka
adalah egoisme ,egoism terkait dengan golongannya atau kelompoknya sendiri
saja.
Inilah
yang sebenarnya telah mengalami perubhan yang sangat besar disdalam bangsa ini
budaya yang ramah tamah yang hormat menghormati sudah mengalami perubahan yang
kearah non linier atau kearah yang tidak
postif.
Pertanyaan
·
Apakah perlu disusun undang-undang
khusus yang memberikan batasan berargument ?
·
Apakah setiap dasar-dasar berargument
tersebut harus dikuasai keseluruhannya ?
·
Bagaimana mengedepankan moral dalam
berargumentasi ?
Anapoker Menyediakan aplikasi via Android Untuk anda yang suka bermain games di manapun & Kapanpun, Tersedia Aplikasi untuk iOS juga lho
BalasHapusGabung Sekarang juga di situs terpercaya Anapoker, Tersedia 7 jenis games kartu Online taruhan chips uang rupiah asli
Contact Chat Only Anapoker Sekarang juga
Whatsapp : 0852 2255 5128
Line ID : agenS1288
Telegram : agenS128
Promo Bonus Untuk Member Baru AgenS128, Casino IDNLive :
Freebet Casino Online
sbobet alternatif
Freebet Casino Online Terbaru IDN Live
link sbobet
sabung ayam online
adu ayam
casino online
sabung ayam bangkok
ayam laga birma
poker deposit pulsa
deposit pulsa poker
deposit pulsa
deposit pulsa
deposit pulsa