Upaya Hukum
sebagai Hak Terdakwa
Pasal 196 ayat
(3) KUHAP menyebutkan, “Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim
ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala yang menjadi
haknya, yaitu:
a.
Hak segera menerima atau menolak putusan;
b.
Hak mempelajari putusan;
c.
Hak meminta penangguhan putusan untuk mengajukan grasi dalam
hal menerima putusan;
d.
Hak mengajukan banding”
Upaya Hukum
Upaya hukum adalah upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan
terkait dengan adanya putusan pengadilan. Upaya hukum tersebut dilakukan dengan tujuan
mengoreksi dan meluruskan kesalahan yang terdapat dalam putusan yang telah
dijatuhkan, baik putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap maupun
belum berkekuatan hukum tetap. Terdapat dua macam upaya hukum, yaitu upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.
Upaya Hukum Biasa terdiri dari:
1.
Perlawanan (Verzet), upaya hukum
yang dapat dilakukan terkait dengan putusan sela;
2.
Banding, adalah upaya yang dapat
dilakukan agar putusan peradilan tingkat pertama diperiksa kembali dalam
tingkat banding;
3.
Kasasi, adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan terhadap putusan pengadilan lain selain Mahkamah Agung.
Upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum yang dapat
diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Upaya hukum luar biasa terdiri dari:
1.
Kasasi demi kepentingan hukum, yaitu
kasasi yang hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung dan tidak akan berpengaruh
terhadap perkara yang sedang berlangsung;
2.
Peninjauan Kembali, upaya hukum yang
diajukan terkait adanya keadaan baru yang diduga berpengaruh apabila diajukan
pada saat persidangan berlangsung.
Perlawanan adalah upaya yang dapat dilakukan oleh
Penuntut Umum maupun oleh Terdakwa terkait adanya putusan sela yang dijatuhkan
oleh majelis hakim atas keberatan terdakwa. Perlawanan diajukan bersamaan dengan upaya
hukum lain, yaitu upaya hakim banding (Pasal 156 ayat (5) huruf a KUHAP). Di dalam beberapa literatur maupun di dalam
KUHAP, perlawanan tidak termasuk ke dalam salah satu upaya hukum (Lihat Bab
XVII KUHAP)
Pasal 67 KUHAP menyebutkan, “Terdakwa atau Penuntut
Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama,
kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan dalam acara cepat”. Berdasarkan
Pasal 67 tersebut, maka yang tidak dapat diajukan pemeriksaan banding adalah:
1.
Putusan bebas;
2.
Putusan lepas dari segala tuntutan
hukum;
3.
Putusan dalam acara cepat.
Terdapat
beberapa tujuan dari adanya pemeriksaan banding:
a.
Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat
pertama;
b.
Pemeriksaan baru untuk keseluruhan
perkara tersebut;
c.
Pengawasan terciptanya keseragaman
penerapan hukum.
Akibat Pengajuan
Banding
1.
Putusan menjadi mentah kembali, hal ini dikarenakan dilakukan
pemeriksaan terhadap berkas maupun terhadap perkaranya, (judex factie, lihat
Pasal 238 ayat (1) jo ayat (4) KUHAP);
2.
Tanggung jawab terhadap perkara dan terdakwa beralih ke
Pengadilan tingkat Banding (lihat Pasal 238 ayat (1) jo ayat (2) KUHAP);
3.
Putusan yang dimintakan banding tidak memiliki daya eksekusi
(Lihat Pasal 270 KUHAP)
Pengajuan
Permohonan Banding
1.
Diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa/ kuasa hukumnya
atau oleh penuntut umum (Pasal 233 ayat (1) KUHAP);
2.
Pengajuan permohonan banding ke panitera pengadilan negeri
paling lambat 7 hari setelah putusan dijatuhkan atau 7 hari setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa (Pasal 233 ayat (2) KUHAP);
3.
Permohonan banding dapat dicabut selama belum diputus oleh
pengadilan tinggi (Pasal 235 ayat (1) KUHAP);
4.
Permohonan banding dapat dilengkapi dengan memori banding
maupun kontra memori banding (Pasal 237 KUHAP)
Pemeriksaan
Tingkat Banding
1.
Dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga orang hakim (Pasal 238
ayat (1) KUHAP);
2.
Pemeriksaan berdasarkan berkas perkara yang diterima dari
pengadilan negeri (Pasal 238 ayat (1) KUHAP);
3.
Pemeriksaan pihak yang dianggap perlu, diantaranya meminta
keterangan terdakwa, keterangan saksi atau keterangan penuntut umum (Pasal 238
ayat (4) KUHAP);
4.
Pemeriksaan tambahan jika dalam pemeriksaan tingkat pertama
terdapat kelalaian dalam penerapan hukum, kekeliruan, maupun kurang lengkap
(Pasal 240 KUHAP
Putusan
pengadilan dalam tingkat banding dapat berupa:
- Menguatkan putusan pengadilan negeri, menguatkan putusan pengadilan negeri terdapat beberapa bentuk diantaranya, menguatkan putusan secara murni, menguatkan putusan dengan tambahan pertimbangan atau menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain;
- Mengubah atau memperbaiki amar putusan pengadilan negeri;
- Membatalkan putusan pengadilan negeri, membatalkan putusan pengadilan negeri dengan mengadakan putusan sendiri. (Lihat Pasal 241 KUHAP)
Kasasi
Lembaga Kasasi
sebetulnya berasal dari Perancis, dari kata Casser yang artinya memecah.
Suatu putusan pengadilan dibatalkan untuk mencapai kesatuan peradilan.
Kasasi kemudian
ditiru di Belanda yang sampai akhirnya di Indonesia. Pada prinsipnya, kasasi
didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim
telah melampaui kekuasaan kehakimannya.
Tujuan kasasi antara lain:
- Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan di tingkat bawah, hal ini dilakukan apabila terjadi kelalaian dalam hukum acara atau peraturan perundang-undangan tidak dijalankan atau terdapat kesalahan dalam penerapannya;
- Menciptakan dan membentuk hukum baru, terkadang dalam upaya untuk menciptakan hukum baru tersebut merupakan contra legem;
- Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion.
Kasasi terhadap
Putusan Bebas, Pasal 244 KUHAP dengan tegas menyatakan, “terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas”
Pasal ini telah
disimpangi dengan adanya Keputusan Menteri Kehakiman No.M.14-PW.07.03 tahun
1983, tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, yang isinya antara lain:
1.
Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding;
2.
Tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan
dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini akan
didasarkan pada yurisprudensi.
Permohonan
Kasasi
1.
Permohonan kasasi disampaikan ke panitera pengadilan yang
memutus perkaranya dalam tingkat pertama (Pasal 245 ayat (1) KUHAP);
2.
Permohonan disampaikan paling lambat 14 hari (Pasal 245 ayat
(1) KUHAP);
3.
Pemberitahuan kepada pihak lain apabila salah satu pihak
mengajukan kasasi (Pasal 245 ayat (3) KUHAP);
4.
Permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu sebelum diputus
oleh Mahkamah Agung (Pasal 247 ayat (1) KUHAP);
5.
Dilengkapi dengan Memori kasasi (Pasal 248 ayat (1) KUHAP.
Alasan dalam pengajuan kasasi ditentukan secara
terbatas oleh undang-undang, dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP:
1.
Apakah peraturan hukum tidak diterapkan,
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
2.
Apakah cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang;
3.
Apakah pengadilan telah melampaui batas
kewenangannya
Tata Cara
Pemeriksaan Kasasi
1.
Dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga orang hakim (Pasal 253
ayat (2) KUHAP);
2.
Pemeriksaan berdasarkan berkas perkara yang diterima dari
pengadilan lain daripada Mahkamah Agung (Pasal 253 ayat (2) KUHAP);
3.
Pemeriksaan pihak yang dianggap perlu, diantaranya meminta
keterangan terdakwa, keterangan saksi atau keterangan penuntut umum (Pasal 253
ayat (3) KUHAP);
Berbeda dengan pengadilan tingkat banding,
pengadilan tingkat kasasi hanya memiliki dua kemungkinan terhadap permohonan
kasasi, yaitu menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
1.
Menolak permohonan pemohon kasasi,
putusan ini diberikan apabila tidak terbukti alasan-alasan yang diajukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP;
2.
Mengabulkan permohonan kasasi berarti
membatalkan putusan pengadilan sebelumnya berdasarkan alasan dalam Pasal 253
ayat (1) KUHAP.
Terhadap pembatalan putusan pengadilan dalam
pemeriksaan kasasi, ada beberapa kemungkinan yang dapat diberikan:
1.
Mengadili sendiri perkara tersebut
apabila putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
tidak sebagaimana mestinya;
2.
Memberikan petunjuk untuk diperiksa
kembali oleh pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan atau menetapkan
perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain apabila putusan
dibatalkan karena cara mengadili tidak menurut ketentuan undang-undang;
3.
Menetapkan pengadilan lain atau hakim
lain mengadili perkara tersebut, apabila putusan dibatalkan karena pengadilan
atau hakim tidak berwenang.
4.
Syarat Putusan
Bebas
Kedua adalah
‘secara sah’. ‘Kesalahan tidak terbukti secara sah’ dapat berarti:
a.
Alat bukti yang ada tidak dapat membuktikan kesalahan
terdakwa;
b.
Alat bukti tidak cukup sehingga tidak dapat dipergunakan
untuk membuktikan kesalahan terdakwa sebagaimana diharuskan oleh Pasal 183
KUHAP;
Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum
luar biasa yang hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung (Pasal 259 ayat (1)
KUHAP).Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan (Pasal 259 ayat (2) KUHAP).
Kasasi demi
kepentingan hukum diajukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (Pasal
259 ayat (1) KUHAP)
Upaya hukum peninjauan kembali dapat diajukan terhadap
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terhadap
putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 263 ayat (1)
KUHAP).
Pengajuan
permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya
(Pasal 263 ayat (1) KUHAP)
Alasan
Peninjauan Kembali Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan atas dasar:
1.
Keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa jika keadaan tersebut diketahui pada waktu sidang masih berlangsung
hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan
hukum dll;
2.
Apabila dalam putusan dinyatakan sesuatu telah terbukti,
namun terdapat pertentangan antara satu dengan yang lainnya dalam dasar alasan
putusan;
3.
Apabila putusan tersebut jelas memperlihatkan kekeliruan yang
nyata (Pasal 263 ayat (2) KUHAP)
Putusan
Peninjauan Kembali
1.
Tidak membenarkan alasan pemohon;
2.
Membenarkan alasan pemohon, dengan demikian Mahkamah Agung
membatalkan putusan dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa: putusan bebas;
putusan lepas dari segala tuntutan hukum; putusan tidak dapat menerima tuntutan
penuntut umum; putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan ;
(Pasal 266 ayat (2) KUHAP);
3.
Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak
boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula (Pasal 266
ayat (3) KUHAP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar